pict from muudz: love you daddy
Satu dasawarsa
silam adalah waktu yang cukup lama bagi beliau untuk memegang jabatan “basah”
di sebuah sekolah dasar di kota ku.
Ya maklumlah, sebagai seorang kepala
sekolah beliau bisa saja memanfaatkan
kekuasaannya demi mensejahterakan keluarganya, apalagi dengan empat orang putri
yang cantik – cantik.
Tentu banyak sekali tuntutan yang harus beliau penuhi sebagai
ayah dan kepala keluarga, paling tidak beliau bisa membelikan kami anak-
anaknya sepeda motor, atau beliau bisa saja menggantikan handphone kami dengan
keluaran terbaru, atau beliau bisa membelikan sebuah laptop merk ternama, atau
paling tidak beliau bisa mengirimkan uang jajan lebih untuk ku dan kakak yang
sedang kuliah di kota besar. Tapi ayahku berbeda, beliau tidak pernah melakukan
hal seperti itu.
Beliau hanya
memberi uang dari hasil kerjanya, bonus, atau uang tunjangan yang diperuntukkan
kepadanya atas hasil kerjanya. Beliau memilih hidup nyaman tanpa harus menjadi
tikus kantor. Beliau memilih hidup jujur.
Setiap kali anak-
anaknya bertanya
“ Ayah, kenapa
sih hidup kita biasa – biasa saja ? padahal ayah kan seorang kepala sekolah, ??
jadi kami bisa saja hidup seperti yang lain, punya ini dan itu.”
Ayah menjawab kami
dengan tenang,
“ apa kalian mau
di hantui mimpi buruk terus menerus setiap malam ??
Melihat tingkah
ayah yang sangat besar pengabdiannya pada pekerjaan, membuat ibu berceloteh
sendiri di dapur.
Ibu sering bilang
pada ayah
“kenapa sih ayah
tidak memberikan penghargaan buat diri sendiri dari kantor ? hitung – hitung
sebagai tanda rasa terima kasih kantor atas kerja ayah, tidak usah banyak –
banyak juga yah” ayah hanya menjawab “ buu, pemerintah sudah memberikan gaji
yang sesuai dengan kemampuan ayah, berikut bonus dan tunjangan, apa ibu tidak
malu harus mengambil milik orang lain ? apa lagi kita orang beragama,
bukankan sangat di larang mengambil hak
orang lain ? kalau penjelasan ayah sudah seperti ini, ibu hanya terdiam.
ayah ku selalu bilang bahwa hidup serba kecukupan
itu mudah, yang kadang sulit dijalani itu adalah hidup serba kekurangan, itulah
sebabnya ayah tidak membiarkan kami anak- anaknya hidup bermewah- mewahan. Ayah
mengajarkan kepada kami semua untuk bersikap jujur, dan tidak mudah tergiur
dengan limpahan materi yang kemudian akan merugikan orang lain.
Ayah telah
bekerja selama 32 tahun sebagai pelayan masyarakat dibidang pendidikan. Di hari
tuanya, ayah hanya memiliki sebuah rumah sederhana dengan orang istri dan empat orang anak gadis
yang beranjak dewasa. Bagi ayah, ibu dan kami anak – anaknya adalah harta
paling berharga yang telah dititipkan sang khalik kepadanya. Tak peduli seberapa keras orang menertawakan
ayah karena tidak memiliki mobil, karena ayah harus menyewa ojek saat ke kantor,
hanya berbelanja di pasar- pasar tradisional, tapi satu hal yang membuat ayah
berbeda dengan orang kebanyakan, hidup ayah sangat tenang, bukan berarti tanpa
cobaan tapi setidaknya kami semua dapat melalui cobaan yang datang.
Yang kutahu
tentang ayah hari ini dan selamanya adalah ayah selalu berbicara apa adanya,
berbicara dengan tim pemeriksa keuangan dengan mantap, membeberkan setiap
LPJnya, dan menyergah atasan dengan sopan dan tegas karena memang ayah tak
pernah mengambil sepeser pun hak orang lain yang diamanahkan oleh Negara.
Sebentar lagi
ayah akan menjadi seorang pensiunan dengan nama yang bersih tanpa cela, tetap
di segani oleh para masyarakat sekitar dan rekan kerjanya karena integritas dan
totalitasnya dalam bekerja. Aku akan sangat bangga memiliki beliau dalam
hidupku.
Seseorang pernah
bertanya kepada ku
“ Muudz, apa kamu bahagia hidup seperti ini ?
“
dengan lantang
aku menjawanb
“ iya, aku sangat
bahagia dengan hidup yang kumiliki ini “
ia kemudian
bertanya lagi
“ mengapa
demikian ? bukankah hidupmu sangat sederhana ?
aku menjawab
“ iya, kau benar kawan, hidupku sangat
sederhana”.
Tapi
taukah kau kebahagianku adalah :
ketika
ayahku mengatakan TIDAK saat aku meminta sebuah laptop merk ternama,
ketika
ayahku mengatakan TIDAK saat aku meminta
sebuah handphone limited edition,
ketika
ayahku mengatakan TIDAK saat aku meminta sebuah motor baru,
ketika
ayahku mengatakan TIDAK saat aku meminta uang jajan lebih,
ketika
ayahku mengatakan TIDAK saat aku meminta
ini dan itu,
ketika ayahku mengatakan TIDAK bahkan saat
permintaan ku mudah sekali mereka penuhi.
Ia kemudian bertanya lagi,
“ bagaimana mungkin itu membuatmu bahagia,
sedang keinginanmu tidak terpenuhi?”
Aku hanya menjawab
“ karena begitu lah cara ayahku mengajari ku
tentang cara hidup orang sukses “
Ia pun tersenyum puas.
|
0 komentar:
Posting Komentar